Kenapa Jutawan Teknologi Usia Muda Sulit Muncul Di Indonesia

Uptodown-id - Kenapa Jutawan Teknologi Usia Muda Sulit Muncul Di Indonesia

October 27, 2016 at 04:06PM

@tikpat wrote:

Di sejumlah negara barat, terutama Amerika Serikat, banyak kisah yang menunjukkan kesuksesan bocah SMP atau SMA menggapai status jutawan teknologi . Barangkali kamu masih ingat Robert Nay, bocah yang sukses meraup kekayaan sebanyak 2 juta dolar berkat game bikinanya. Mungkin juga nama Nick d'Alosio pencipta aplikasi Slummy. Orang-orang semacam ini merupakan contoh sukses dari pemanfaatan internet di usia muda. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Pada hakikatnya kita mesti akui kemunculan internet di Tanah Air terbilang baru. Hal ini menyebabkan kisah-kisah seperti Nick Alosio agak susah untuk diketahui. Kendati begitu, bila melihat kenyataan penyebaran internet yang tidak merata di Tanah Air, alias di kota-kota besar infrastruktur internet lebih dulu rampung seperti Jakarta misalnya. Maka peluang munculnya sosok seperti Nick Alosio dan Robert Nay menjadi lebih gampang. Sayangnya realitanya tidak demikian, apa penyebabnya?

Menurut hemat tikpat, pemicu persoalan ini lebih kepada faktor budaya atau kebiasaan. Ya, generasi orang tua kita kebanyakan masih larut dalam budaya lama. Budaya lama yang dimaksud adalah: pekerjaan mesti dilakukan diluar rumah, hasil pekerjaan dalam bentuk fisik harus kelihatan, orang yang bekerja itu pakai seragam. Meskipun variabel-variabel ini tidak bersifat mutlak, wujudnya masih tampak dihampir sebagian pemahaman generasi orang tua kita.

Lantas apa kaitan antara budaya lama tersebut dengan jutawan internet? Nah, hubunganya terlihat pada munculnya tudingan negatif terhadap orang-orang yang asyik dengan komputer. Hal ini bisa dibuktikan dengan anggapan orang tua kita yang menyebut aktivitas di depan komputer, sebagai "MAIN KOMPUTER". Istilah main komputer jelas tidak menunjukkan sisi produktif melainkan buang-buang waktu semata. Dalam sekian kasus memang banyak anak-anak dibuat larut oleh game komputer. Tapi tetap saja itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menyebut orang-orang yang keseharianya di depan komputer atau laptop, disebut main komputer. Ingat penggunaan istilah main komputer sama saja menghakimi anak-anak, bahwa mereka tidak melakukan kegiatan positif dan produktif.

Penggunaan istilah main komputer, pada giliranya membuka ruang bagi stigma negatif yang lain. Lantaran dianggap main komputer, maka anak-anak yang menggarap sesuatu di komputer, tetap tidak dianggap bekerja. ini sejalan dengan pemahaman orang tua kita, bahwa bekerja itu adalah: diluar rumah, bangun pagi, dan pakai seragam. Bila hal-hal semacam ini tidak disuguhkan, maka kebanyakan orang tua tidak akan percaya kamu tengah melakukan pekerjaan di depan komputer. Tentu saja pikiran seperti ini tak akan membuat nyaman para blogger, programer atau desainer. Lagipula kita tahu, perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka misalkan Microsoft,Apple,Google,Amazon dan Facebook, tidak dibangun dengan cara seperti yang dipikirkan orang tua kita. Perusahaan tersebut dikembangkan diperumahan (garasi atau kos-kosan), para pengembangnya terkadang jarang bangun pagi karena begadang menuntaskan pekerjaan, dan mereka umumnya tidak memiliki seragam seperti orang kantoran pada umumnya.

Selain dipojokan oleh istilah main komputer dan apa itu pekerjaan versi orang tua. Hal lain yang menyebabkan sulitnya memunculkan sosok seperti Nay dan Alosio, disebabkan oleh keinginan orang tua untuk melihat imbal hasil pekerjaan SECEPATNYA. Umumnya yang dimaksud hasil oleh orang tua, terbatas pada berapa uang yang dihasilkan. Artinya pemikiran orang tua kita menggunakan kaca mata menilai seorang dengan profesi pegawai atau pedagang. Profesi pegawai tentu memiliki penghasilan tetap perbulan dalam bentuk uang, demikian juga pedagang yang pasti memegang uang setelah berlalunya transaksi. Gambaran ini kurang bisa diterapkan pada jutawan teknologi, khususnya di periode awal usaha. Bagi programer, desainer, dan blogger, income mereka tidak menentu dan kadangkala bergantung pada keberuntungan. Terlepas dari persoalan income, umumnya profesi-profesi tersebut diatas, lebih mengharapkan adanya kesukaan seseorang terhadap produk atau jasa mereka, sekalipun gratis. Ya, pada tahap awal mereka lebih berharap memiliki segudang portofolio dan peminat atas jasa yang ditawarkan ketimbang segudang uang. Singkatnya pada tahap awal mereka bekerja secara sukarela. Inilah prinsip dibalik kesuksesan Google atau Facebook dan jenis aplikasi lainya, mereka menyodorkan layanan gratis untuk kemudian seiring waktu menerapkan bayaran bagi fitur-fitur tertentu. Sekarang bayangkan, apa yang ada dalam benak orang tua kita, ketika hasil pekerjaan kita ditawarkan secara gratis. Anda tentu tidak punya uang perbulan, dan itu bukan pekerjaan.

Jadi lambanya kemunculan jutawan teknologi di Indonesia, turut dipengaruhi cara pandang generasi tua neger ini.

note:artikel ini bersumber dari laman tikpat.com.

Posts: 1

Participants: 1

Read full topic



Source - Kenapa Jutawan Teknologi Usia Muda Sulit Muncul Di Indonesia